- Posted on
- Rismanto
- BERITA,FAKULTAS,UNIVERSITAS
FH UNG Bahas Perlindungan Hukum Masyarakat dalam Transaksi Digital dan Isu Hukum Keseharian di Desa Padengo
POHUWATO, 28 Juli 2025 – Suasana hangat dan antusias terasa di Balai Desa Padengo, Kecamatan Duhiadaa, saat tim dosen Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (FH UNG) hadir dalam kegiatan Program Pendampingan Edukasi dan Konsultasi Hukum yang mengangkat tema “Perlindungan Hukum Masyarakat dalam Transaksi Digital.” Kegiatan ini merupakan bagian dari pengabdian masyarakat FH UNG yang dilaksanakan serentak di sejumlah desa di Kabupaten Pohuwato.
Dalam sambutannya, Kepala Desa Padengo, Badrun Yonu, menyampaikan apresiasi atas kehadiran tim FH UNG yang telah bersedia turun langsung ke desa untuk memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat. Ia menyebut kegiatan ini sangat relevan dengan kebutuhan warga yang saat ini mulai aktif melakukan berbagai transaksi digital, namun belum sepenuhnya memahami aspek hukumnya. Ia berharap kegiatan seperti ini bisa menjadi agenda rutin dan diperluas cakupannya ke desa-desa lain di sekitarnya.
Kegiatan kemudian dibuka secara resmi oleh Nuvazria Achir, S.H., M.H., selaku moderator yang memandu jalannya diskusi sekaligus memperkenalkan para pemateri. Dalam pengantarnya, ia menekankan bahwa perlindungan hukum tidak hanya diperlukan di ruang pengadilan, tetapi justru harus dimulai dari kesadaran masyarakat sejak awal melakukan aktivitas hukum – termasuk dalam ruang digital yang kini menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Sesi materi pertama disampaikan oleh Nirwan Junus, S.H., M.H., yang membahas pentingnya memahami struktur dan dasar hukum dalam transaksi elektronik. Ia menjelaskan bahwa meskipun transaksi dilakukan secara daring, unsur kesepakatan dan alat bukti tetap berlaku, bahkan tangkapan layar percakapan, bukti transfer, atau rekaman bisa digunakan sebagai alat bukti dalam perselisihan.
Melanjutkan pembahasan, Mutia Cherawaty Thalib, S.H., M.Hum., menyoroti persoalan perlindungan data pribadi yang kerap diabaikan masyarakat. Ia menjelaskan bahwa salah satu pintu masuk kejahatan digital adalah ketika masyarakat tanpa sadar memberikan informasi pribadi kepada platform atau individu yang tidak bertanggung jawab. Mutia mengajak warga agar lebih kritis dalam membaca syarat dan ketentuan layanan, serta menghindari pinjaman online ilegal yang banyak menjerat warga desa.
Materi berikutnya disampaikan oleh Lisnawaty Wadju Badu, S.H., M.H., yang membahas pentingnya membiasakan penggunaan dokumen tertulis dalam transaksi sehari-hari. Ia menyampaikan bahwa masih banyak persoalan muncul hanya karena tidak ada bukti tertulis, seperti perjanjian pinjaman, jual beli, hingga penitipan barang. Padahal, menurutnya, sebuah surat pernyataan sederhana bisa menjadi pelindung hukum yang kuat bagi warga desa.
Setelah sesi pemaparan, Nuvazria Achir membuka sesi diskusi interaktif. Beberapa warga menyampaikan pengalaman mereka menjadi korban penipuan daring, kesulitan menghadapi penagihan pinjaman online yang tidak manusiawi, hingga pertanyaan tentang jual beli barang bekas secara lisan. Nuvazria merespons dengan gaya lugas dan komunikatif, menekankan pentingnya keberanian warga untuk bertindak secara legal, serta menggali hak-hak mereka sebagai konsumen dan warga negara.
Di penghujung kegiatan, Prof. Dr. Nur Mohamad Kasim, S.Ag., M.H., diundang untuk menutup diskusi dengan pandangan dari perspektif hukum Islam. Dalam penyampaiannya, beliau menyoroti sejumlah persoalan yang ternyata juga kerap muncul di masyarakat, seperti persoalan waris, talak lisan, pernikahan siri, serta kewajiban nafkah pasca perceraian. Ia menjelaskan bagaimana syariat Islam memandang keadilan dalam pembagian waris, pentingnya pencatatan nikah sebagai perlindungan perempuan dan anak, serta kesesuaian antara hukum negara dan prinsip-prinsip syariah dalam konteks hukum keluarga. Selain itu, beliau juga memberikan respons atas beberapa pertanyaan masyarakat mengenai status hak milik dalam harta bersama, sengketa ahli waris, dan pengurusan surat waris di pengadilan agama.
Kegiatan ditutup dengan suasana dialog yang penuh keterbukaan. Warga tidak hanya mendapatkan pengetahuan, tetapi juga merasa lebih percaya diri untuk menyelesaikan persoalan hukum secara prosedural dan sah. Melalui kegiatan ini, FH UNG kembali menegaskan peran strategisnya sebagai mitra masyarakat dalam membangun budaya hukum yang sadar, adil, dan partisipatif hingga ke tingkat desa.