Gorontalo – Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (FH UNG) melalui Kelompok Studi Mandiri Forum Debat Hukum dan Konstitusi Merah Maroon (Fordehkonsmero) berperan aktif dalam mengawal demokrasi di daerah. Pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 55/PHPU.BUP-XXIII/2025 yang memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Gorontalo Utara, Fordehkonsmero bersama Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Justitia FH UNG menggelar diskusi akademik guna membahas implikasi hukum dari keputusan tersebut.
Kegiatan ini menghadirkan berbagai narasumber, mulai dari penyelenggara pemilu, akademisi, hingga perwakilan pemerintah daerah. Diskusi yang dipandu oleh Supriyadi Arief ini menyoroti perbedaan interpretasi hukum terkait status terpidana dalam pencalonan kepala daerah, khususnya mengenai pidana percobaan dan pidana penjara.
Komisioner KPU Gorontalo Utara, Noval Katili, S.H., menjelaskan bahwa KPU telah menjalankan seluruh tahapan verifikasi, termasuk klarifikasi terhadap rekam jejak hukum calon kepala daerah. Ia menegaskan bahwa KPU tetap menghormati mekanisme adjudikasi yang dilakukan melalui Bawaslu dan siap menjalankan putusan MK terkait PSU di Gorontalo Utara.
Sementara itu, Dr. Apriyanto Nusa, Direktur Pusat Kajian Hukum Pidana Provinsi Gorontalo, menyoroti ketidakpastian hukum dalam regulasi pencalonan terpidana. Ia menjelaskan bahwa dalam beberapa kasus, MK menganggap pidana percobaan sebagai penghalang hak politik, sedangkan dalam kasus lain, Mahkamah memberikan fleksibilitas tertentu. Hal ini berpotensi menimbulkan polemik jika tidak ada kodifikasi yang jelas dalam regulasi Pilkada.
Kritik terhadap ketidakkonsistenan putusan MK juga disampaikan oleh akademisi Universitas Muhammadiyah Gorontalo, Dr. Salahudin Pakaya, yang menekankan perlunya harmonisasi regulasi agar prinsip kepastian hukum dapat diterapkan secara seragam. Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Dr. Erman Rahim dari FH UNG, yang menegaskan bahwa perbedaan pendekatan dalam putusan MK sering kali menimbulkan ketidakpastian bagi penyelenggara pemilu dan calon kepala daerah.
Diskusi yang berlangsung lebih dari tiga jam ini menghasilkan berbagai rekomendasi penting, salah satunya adalah perlunya reformulasi regulasi untuk memperjelas norma hukum dalam pencalonan kepala daerah. Dalam penutupannya, Wakil Dekan III FH UNG, Dr. Suwitno Y. Imran, menyampaikan harapan agar diskusi akademik seperti ini terus berlanjut sebagai bentuk kontribusi FH UNG dalam menjaga integritas demokrasi di Gorontalo.
Antusiasme peserta yang tinggi menunjukkan bahwa diskusi ini menjadi ruang intelektual yang penting dalam membangun pemahaman hukum yang lebih jelas dan komprehensif. Ke depan, FH UNG melalui Fordehkonsmero berkomitmen untuk terus mengawal isu-isu hukum dan demokrasi guna memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.