FH UNG Sosialisasikan Pendekatan Restorative Justice untuk Penyelesaian Masalah Hukum di Desa Dulomo

POHUWATO, 28 Juli 2025 – Fakultas Hukum Universitas Negeri Gorontalo (FH UNG) kembali memperluas kontribusinya melalui Program Pendampingan Edukasi dan Konsultasi Hukum, kali ini bertempat di Desa Dulomo, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato. Mengusung tema “Penyelesaian Masalah Hukum Masyarakat Melalui Pendekatan Restorative Justice,” kegiatan ini menjadi ruang pembelajaran dan dialog hukum yang sangat kontekstual dengan kebutuhan warga desa.

Kegiatan dibuka secara resmi oleh perwakilan pemerintah desa yang menyampaikan apresiasi kepada FH UNG atas kepeduliannya terhadap kebutuhan masyarakat dalam memahami solusi hukum alternatif yang lebih berkeadilan dan berdampak sosial. Dalam sambutannya, pemerintah desa menekankan pentingnya pendekatan damai dalam menyelesaikan persoalan hukum ringan yang kerap terjadi di desa, sehingga tidak selalu harus dibawa ke jalur peradilan formal.

Materi utama disampaikan oleh Dr. Suwitno Yutye Imran, S.H., M.H., yang mengupas secara komprehensif tentang filosofi dan penerapan restorative justice dalam sistem hukum Indonesia. Ia menjelaskan bahwa konsep ini lebih mengedepankan pemulihan hubungan sosial antara pelaku dan korban dibandingkan semata-mata memberikan hukuman. Menurutnya, pendekatan ini sangat relevan diterapkan di desa, di mana hubungan kekerabatan dan komunitas masih sangat erat. Ia juga menyoroti berbagai regulasi yang mulai mengadopsi pendekatan ini, termasuk dalam penanganan tindak pidana ringan, penganiayaan sederhana, pencurian kecil, dan konflik antarwarga.

Dalam sesi berikutnya, Sri Nanang Meiske Kamba, S.H., M.H., membahas aspek praktis penerapan restorative justice di tingkat desa. Ia menjelaskan bahwa penyelesaian perkara berbasis keadilan restoratif harus memenuhi prinsip sukarela dari pihak yang terlibat, adanya mediasi yang netral, serta hasil kesepakatan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan sosial. Ia juga memberikan contoh kasus sederhana, seperti perusakan barang atau perselisihan keluarga, yang sebetulnya bisa diselesaikan melalui pendekatan musyawarah tanpa harus ke pengadilan. Dengan gaya penyampaian yang lugas dan membumi, Sri Nanang mengajak warga untuk lebih memilih penyelesaian damai daripada mempertajam konflik.

Di tengah kegiatan, sesi tanya jawab dan konsultasi terbuka dibuka oleh moderator, dan langsung disambut antusias oleh warga. Beberapa menyampaikan pengalaman tentang sengketa warisan, konflik batas tanah, serta persoalan pemuda yang terseret kasus hukum akibat perkelahian. Tim pengabdian menanggapi semua pertanyaan dengan pendekatan edukatif, menjelaskan secara perlahan bagaimana proses penyelesaian hukum bisa ditempuh secara sah namun tetap mengedepankan keharmonisan sosial.

Melanjutkan diskusi, Irlan Puluhulawa, S.H., M.H., membahas pentingnya kolaborasi antara pemerintah desa, aparat penegak hukum, dan masyarakat dalam menerapkan restorative justice. Ia menjelaskan bahwa saat ini Polri dan Kejaksaan telah membuka ruang bagi penyelesaian nonlitigasi, terutama dalam perkara dengan dampak sosial ringan. Namun, menurutnya, kesuksesan pendekatan ini tidak hanya ditentukan oleh hukum positif, tetapi juga oleh kapasitas masyarakat dalam memediasi dan menumbuhkan kepercayaan antarwarga.

Kegiatan ditutup dengan ajakan bersama untuk membangun budaya hukum yang lebih berorientasi pada pemulihan, bukan pembalasan. Para pemateri menyampaikan harapan agar Desa Dulomo bisa menjadi contoh dalam mengedepankan penyelesaian damai di tengah persoalan hukum sehari-hari, serta menjadikan hukum sebagai alat harmoni, bukan sekadar sarana penghukuman.