FH UNG dan Kejati Gorontalo Bahas “Follow the Asset” dan “Follow the Money” dalam Penanganan Perkara Pidana

Gorontalo – Universitas Negeri Gorontalo (UNG) lewat Fakultas Hukum bekerja sama dengan Kejaksaan Tinggi Gorontalo menggelar seminar ilmiah dengan topik yang sedang hangat diperbincangkan: “Optimalisasi Pendekatan Follow the Asset dan Follow the Money melalui Deferred Prosecution Agreement (DPA) dalam Penanganan Perkara Pidana”. Acara ini berlangsung pada Selasa (26/8/2025) di Gedung Rektorat UNG lantai 4, diikuti ratusan peserta dari kalangan akademisi, praktisi hukum, mahasiswa, hingga masyarakat umum. Menariknya, kegiatan ini juga dibuka untuk publik lewat platform Zoom.

Mewakili Rektor UNG, Wakil Rektor II Bidang Keuangan dan Umum, Dr. Mohamad Hidayat Koniyo, S.T., M.Kom., menyambut baik kerja sama ini. Ia menekankan pentingnya pendekatan follow the asset dan follow the money yang bukan sekadar penindakan, tapi juga bagian dari upaya memulihkan kerugian negara. “Topik ini sangat relevan dengan tantangan penegakan hukum modern. Harapannya, forum ini jadi ruang diskusi yang konstruktif, mempertemukan akademisi dan aparat penegak hukum untuk mencari solusi konkret,” jelasnya.

Sejumlah narasumber tampil memberikan pandangan. Dr. Yapi, S.H., M.H. (Ketua Pengadilan Tinggi Gorontalo) menjelaskan posisi DPA dalam hukum Indonesia yang bisa jadi instrumen baru bagi perkara korporasi, sementara Prof. Dr. Fence M. Wantu, S.H., M.Hum. (Guru Besar FH UNG) menekankan perubahan paradigma hukum pidana dari pola balas dendam menuju pemulihan dan rehabilitasi.

 

Dari sisi kejaksaan, Wakajati Gorontalo, Edi Handoyo, S.H., M.H., menyinggung kasus suap Rolls-Royce di Garuda Indonesia. Menurutnya, di luar negeri mekanisme DPA bisa menghasilkan pengembalian uang ratusan juta dolar ke kas negara, sedangkan di Indonesia kasus serupa hanya berakhir dengan pidana badan tanpa pemulihan kerugian. “Ini menunjukkan perlunya Indonesia segera menerapkan DPA yang jelas, transparan, dan berpihak pada kepentingan negara,” tegasnya.

Diskusi berjalan dinamis. Moderator Ahmad, S.H., M.H. (Dosen FH UNG) menutup seminar dengan menyimpulkan bahwa DPA punya potensi besar diterapkan di Indonesia, tapi kuncinya ada pada kepastian hukum, kesiapan aparat, serta pengawasan yang ketat agar tidak disalahgunakan.

Dari forum ini, lahir sejumlah rekomendasi utama penerapan DPA di Indonesia, antara lain perlunya aturan teknis yang jelas, orientasi pada pemulihan kerugian negara, transparansi dan pengawasan ketat, penguatan kapasitas SDM penegak hukum, serta penerapan prinsip fundamental DPA: kerja sama, kepatuhan, dan kompensasi.

Seminar ini sekaligus menegaskan peran UNG, khususnya Fakultas Hukum, sebagai mitra strategis aparat penegak hukum. Tak hanya menghadirkan kajian akademis, tapi juga ikut menawarkan solusi bagi persoalan hukum aktual yang dihadapi bangsa.